Selasa, 06 Juli 2010

Pengalaman Ustadz Sabun Berdakwah di Papua (I)

Sulit membayangkan kondisi dakwah dan Agama Islam di Papua, sebuah kota di ujung Timur Indonesia. Beberapa waktu lalu, jamaah Gedung Cyber mendapatkan cerita langsung dari putra daerah sekaligus salah satu dai yang berdakwah di sana. Ustadz Fadlan atau Ustadz Sabun, begitu ia biasa disapa.


Menuju 65 tahun kemerdekaan Indonesia banyak masyarakat Indonesia bagian Barat dan Tengah jika mendengar cerita Irian maka opininya selalu tentang Koteka, Kristen dan perang suku. Ini sudah dikampanyekan bertahun – tahun oleh Umat Kristen melalu media baik cetak maupun elektronik. Akibatnya, orang Irian yang beragama Islam dianggap aneh masyarakat di bagian Barat atau Tengah Indonesia.
Ustadz Fadlan kemudian memulai ceritanya. Pada 1979, kali pertama hijrah dari Fakfak ke Irian ia memiliki penampilan berbeda. Rambutnya seperti pohon beringin, kribo, keriting, dan hitam datang ke Makassar. Saat  bertemu orang Bugis ia menyapa dengan salam, assalamualaikum. Salam itu tidak ada yang membalas, bahkan masuk ke masjid pun diawasi.
Ini pun terjadi pada saat beliau kuliah mata studi Agama Islam di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Makassar. Teman-teman sekelasnya meragukan keislaman beliau akibat penampilannya, dan meminta dosen tidak memulai kuliah Agama Islam karena menurut mereka ada mahasiswa yang tidak beragama Islam. Sehingga dosen memerintahkan Ustadz Fadlan untuk keluar ruangan. Ustadz Fadlan meminta kesempatan kepada dosen dan rekan – rekan kelas yang mengusirnya untuk menjawab pertanyaannya terlebih dahulu sebelum beliau diusir keluar kelas. Berikut pertanyaannya:
 1. Apakah Agama Islam hanya untuk orang Bugis-Makassar atau Arab saja atau Agama Islam rahmat untuk alam semesta?
2. Siapakah nama sahabat nabi yang berambut keriting, berkulit hitam akan tetapi  bersuara merdu?
3.  Permintaan beliau agar dosen meminta mahasiswa untuk membaca Al-Quran secara bergantian?
Sang dosen tidak menjawab pertanyaan pertama dan kedua tapi langsung membawa Al-Qur’an, berkeliling, dan memerintahkan mahasiswa membacanya satu persatu. Ketika giliran mahasiswa ke-47, Ustadz fadlan menyela, dan meminta giliran berikutnya diberikan padanya. Akhirnya beliau diberikan kesempatan membaca, dan beliau membaca QS Al-Hasyr: 22,

 [59:22] Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Setelah selesai, dosen menyatakan bahwa dari 47 mahasiswa, hanya 7 mahasiswa saja yang bisa membaca Al-quran dengan baik dan benar, termasuk Ustadz Fadlan. Lalu, Ustadz Fadlan meminta waktu untuk berbicara di depan rekan–rekan mahasiswanya, dan memulai ceramahnya dengan membaca  satu ayat QS Al-Baqoroh : 185

 [2:185] (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Ia melanjutkan dalam ceramahnya, bahwa Al-quran merupakan buku petunjuk dari Allah yang diberikan untuk penduduk yang ada di bumi karena Al-quran mengangkat harkat martabat setinggi–tinggi nya dan merendahkan kebatilan serendah–rendahnya. Namun, hari ini hanya ada 7 mahasiswa yang bisa membaca Al-Quran lalu bagaimana membangun Indonesia menjadi thoyyibatun wa robbun ghofur?

Allah tidak merendahkan satu suku dari satu suku lain karena semua sama seperti dalam ayat inna akromakum ‘indallahi atkokum. Hal ini membuat Ustadz Fadlan semakin sadar bahwa persepsi orang terhadap orang Irian masihlah tentang tiga poin yang disebutkan di awal tulisan.

Setelah selesai kuliah di Makassar, Ustadz Fadlan kembali ke Irian dan bekerja sebagai pegawai negeri, akan tetapi hanya bertahan 9 bulan saja. Ini dikarenakan atasannnya mengajak untuk mengubah nilai proyek AMDAL yang semula 500 juta diubah menjadi 1,5 M. Ustadz fadlan merasa bahwa hal ini sama saja menipu pemerintah pusat dan membunuh masyarakat  Irian secara perlahan.

Setelah keluar dari PNS, ia memulai dakwahnya di Bumi Papua. Sasaran dakwah pertamanya adalah seorang pendeta Kristen. Dakwahnya berhasil, dan pendeta tersebut masuk islam (menjadi mualaf). Ada konsekuensi dari dakwahnya, Ustadz Fadlan harus ditahan selama 3 bulan karena telah membuat sebuah gereja di Jayapura kehilangan pemimpinnya. Kemudian beliau mengajak 15 keluarga untuk masuk Islam dan kali ini beliau dipenjara lagi selama 6 bulan.

Seorang polisi terheran–heran dengan keberaniannya untuk tetap berdakwah walaupun seringkali keluar masuk penjara. Ustadz menjelaskan bahwa beliau tidak takut penjara manusia akan tetapi lebih takut dengan penjaranya Allah. Setelah melalui diskusi panjang maka akhirnya polisi ini dan 7 anggota keluarganya pun masuk Islam dengan berganti nama menjadi Sihabudin.

 [2:109] Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya82. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
 
 [2:120] Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar